Tidak
hanya di luar negeri terjadi kasus orang hilang atau pun peristiwa
yang tetap menjadi misteri baik itu motif, atau pun siapa pelaku atas
berbagai kasus-kasus yang menjadi misteri dan tak terpecahkan (sengaja
ditutupi) hingga kini.Berikut
dibawah ini adalah beberapa kasus besar di Indonesia yang hingga kini
tetap masih menjadi misteri dan belum tuntas penyelesaiannya baik
secara hukum maupun keberadaan fisik ataupun siapa pelaku sebenarnya.
1. Kasus Sum Kuning (1970)
Ini
adalah kasus getir dan pahit dari seorang gadis muda bernama Sumarijem
seorang gadis muda dari kelas bawah seorang penjual telur dari Godean
Yogyakarta yang (maaf) diperkosa oleh segerombolan anak pejabat dan
orang terpandang di kota Yogyakarta kala itu.Kasus ini merebak menjadi
berita besar ketika pihak penegak hukum terkesan mengalami kesulitan
untuk membongkar kasusnya hingga tuntas. Pertama-tama Sum Kuning disuap
agar tidak melaporkan kasus ini kepada polisi. Belakangan oleh polisi
tuduhan Sum Kuning dinyatakan sebagai dusta. Seorang pedagang bakso
keliling dijadikan kambing hitam dan dipaksa mengaku sebagai pelakunya.Tanggal
18 September 1970 Sumarijem yang saat itu berusia 18 tahun tengah
menanti bus di pinggir jalan dan tiba-tiba diseret masuk kedalam sebuah
mobil oleh beberapa pria, didalam mobil Sumarijem (Sum Kuning) diberi
bius (Eter) hingga tak sadarkan diri, Ia dibawa ke sebuah rumah di
daerah Klaten dan diperkosa bergilir hingga tak sadarkan diri.Kasus
ini cukup pelik karena menurut Jendral Pur Hoegeng mantan Kapolri
bahwa para pelaku pemerkosaan adalah anak-anak pejabat dan salah
seorang diantaranya adalah anak seorang pahlawan revolusi (Hoegeng-Oase
menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa, penerbit
Bentang).Dalam
bukunya juga disebutkan bahwa Sum Kuning ditinggalkan ditepi jalan,
Gadis malang ini pun melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah
dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu.Dalam
pengakuannya kepada wartawan, Sum mengaku disuruh mengakui cerita yang
berbeda dari versi sebelumnya. Dia diancam akan disetrum jika tidak
mau menurut. Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi
mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu.Karena melibatkan
anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani.
Saat itu memang masa-masanya pemerintah Soeharto gencar menangkapi
anggota PKI dan underbouw-nya, termasuk Gerwani.Kasus Sum disidangkan
di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang ganjil ini
tertutup untuk wartawan. Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso
bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan
Trimo menolak mentah-mentah. Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan
satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu. Dalam
putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti
memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan.Dalam
putusan hakim dibeberkan pula nestapa Sum selama ditahan polisi.
Dianiaya, tak diberi obat saat sakit dan dipaksa mengakui berhubungan
badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo
dianiaya saat diperiksa polisi.Hoegeng
terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis bebas Sum,
Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan
Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan Komandan
Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang memiliki
fakta soal pemerkosaan Sum Kuning."Perlu diketahui bahwa kita tidak
gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak," tegas
Hoegeng.Hoegeng membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini. Namanya
'Tim Pemeriksa Sum Kuning', dibentuk Januari 1971. Kasus Sum Kuning
terus membesar seperti bola salju. Sejumlah pejabat polisi dan
Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat, membantah lewat media
massa.Belakangan Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan
kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan
kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat Kopkamtib. Hal ini
dinilai luar biasa. Kopkamtib adalah lembaga negara yang menangani
masalah politik luar biasa. Masalah keamanan yang dianggap membahayakan
negara. Kenapa kasus perkosaan ini sampai ditangani Kopkamtib??Dalam
kasus persidangan perkosaan Sum, polisi kemudian mengumumkan pemerkosa
Sum berjumlah 10 orang. Semuanya anak orang biasa, bukan anak penggede
alias pejabat negara. Para terdakwa pemerkosa Sum membantah keras
melakukan pemerkosaan ini. Mereka bersumpah rela mati jika benar
memerkosa.Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias.Tanggal
2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak
menilai Hoegeng sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini. Sum
sendiri kemudian bekerja di Rumah Sakit Tentara di Semarang. Dia
kemudian menikah dengan seorang pria yang sudah dikenalnya saat masih
dirawat.Tapi
siapakah pelaku pemerkosaan sebenarnya dari Sum Kuning masih menjadi
tanda tanya besar sampai saat ini sebab baik Sum Kuning tetap pada
pendiriannya bahwa pemerkosanya adalah sekumpulan anak pejabat maupun
10 pemuda anak orang biasa yang diajukan ke pengadilan dan membantah
habis-habisan tuduhan yang diajukan kepada mereka dan dijadikan sebagai
kambing hitam untuk menutupi para pelaku sebenarnya.

2. Menghilangnya 13 Aktifis menjelang Reformasi
Menjelang
Reformasi di tahun 1998 ada sekitar 13 orang aktivis yang diculik
paksa oleh militer dan hingga kini keberadaan mereka masih menjadi
misteri, jika mereka sudah meninggal dimanakah mereka dikuburkan dan
alasan apa yang menyebabkan sehingga militer menculik ke-13 orang
aktivis ini. Mereka adalah Yanni Afri, Sonny, Herman Hendrawan, Dedy
Umar, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Ucok Munandar Siahaan, Petrus Bima
Anugerah, Widji Tukul, Hendra Hambali, Yadin Muhidin dan Abdun Nasser.Pasukan
Kopassus dari tim mawar dianggap bertanggung jawab atas peristiwa
menghilangnya ke-13 aktivis tersebut dimana ada 24 orang yang diculik
namun 9 orang berhasil bebas yakni Aan Rusdiyanto, Andi Arief, Desmon J
Mahesa, Faisol Reza, Haryanto Taslam, Mugiyanto, Nezar Patria, Pius
Lustrilanang dan Raharja Waluya Jati.Sementara
1 orang lagi yakni Leonardus Nugroho (Gilang) yang sempat dinyatakan
hilang lalu 3 hari kemudian ditemukan telah meninggal dunia di Magetan
dengan luka tembak dikepalanya.Karena
kasus ini sempat membuat heboh di tahun 1998 dan atas desakan berbagai
pihak didalam maupun luar negri pada tanggal 3 Agustus 1998 Panglima
ABRI saat itu, Jend Wiranto membentuk Dewan Kehormatan Perwira yang
diketuai oleh Jend TNI Soebagyo HS yang saat itu menjabat sebagai KSAD,
dan wakil ketua terdiri dari Let Jen TNI Fahrur Razi (Kasum ABRI), Let
Jen Yusuf Kartanegara (Irjen Dephankam) dan anggota yang terdiri dari :
Let Jen Soesilo Bambang Yudhoyono yang kini menjadi Presiden RI
(Kassospol ABRI), Let Jen Agum Gumelar (Gubernur Lemhanas), Let Jen
Djamiri Chaniago (Pangkostrad) dan Laksdya Achmad Sutjipto (Danjen
AKABRI).Pada
tanggal 24 Agustus 1998 Letnan Jendral Prabowo Subianto selaku
Panglima Komando Cadangan Strategis (Pangkostrad) diberhentikan dari
dinas kemiliteran.Menindaklanjuti
keputusan dari Menteri Pertahana/Panglima ABRI Jendral Wiranto,
dilakukan penyelidikan oleh PUSPOM ABRI dan selanjutnya diketahui bahwa
tim mawar dari Kopassus diduga bertanggung jawab terhadap kasus
penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis 1998 tersebut.11
anggota Kopassus diadili secara militer namun KONTRAS dalam siaran
pers nya menyebutkan :"Proses peradilan terhadap 11 anggota Kopassus
terdakwa penculikan itu tidak lebih hanya sebuah rekayasa hukum untuk
memutus pertanggung jawaban Letnan Jendral Prabowo Subianto yang
sebenarnya paling bertanggung jawab atas operasi ini. Hal tersebut
jelas bertolak belakang dengan hasil pemeriksaan DKP yang membuktikan
bahwa Letjen Prabowo lah yang bertanggung jawab atas penculikan itu,
karena itulah akhirnya ia dipensiunkan. Jadi secara keseluruhan kami
berkesimpulan bahwa persidangan itu tidak lebih dari sebuah pertunjukan
dagelan yang tidak lucu. Oleh sebab itu KontraS bersama keluarga korban
tetap menuntut Letjen Prabowo Subianto, Mayjen Muchdi PR serta Kolonel
Chairawan segera diseret ke pengadilan sebagai pihak yang paling
bertanggung jawab atas kasus penculikan ini”

Pembacaan putusan pengadilan Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II
Jakarta dengan nomor perkara PUT. 25 – 16 / K- AD / MMT – II/ IV/ 1999.
Isi dari keputusan pengadilan menyatakan ;No Nama Terdakwa Vonis / Hukuman1
Mayor (Inf) Bambang Kristiono 22 bulan / dipecat, 2 Kapten (Inf) F.S
Multhazar 20 bulan / dipecat, 3 Kapten (Inf) Nugroho Sulistyo 20 bulan /
dipecat, 4 Kapten (Inf) Yulius Stevanus 20 bulan / dipecat, 5 Kapten
(Inf) Untung Budi Harto 20 bulan / dipecat, 6 Kapten (Inf) Dadang Hendra
Yuda 16 bulan / dipecat, 7 Kapten (Inf) Djaka Budi Utama 16 bulan /
dipecat, 8 Kapten (Inf) Fauka Noor Farid 16 bulan / dipecat, 9 Sersan
Kepala Sunaryo 12 bulan / dipecat, 10 Sersan Kepala Sigit Sugianto 12
bulan / dipecat, 11 Sersan Satu Sukadi 12 bulan / dipecatNamun
proses pengadilan tersebut tetap saja tidak memberikan kepastian
dimanakah mereka menahan para aktivis tersebut dan jika sudah meninggal
dimanakah mereka menguburkan atau membuang mayat ke-13 aktivis yang
hilang tersebut.
3. Penembak Misterius (Petrus) 1982-1985.
Petrus
atau juga dikenal sebagai operasi clurit dianggap oleh banyak orang
sebagai sebuah operasi rahasia dimasa pemerintahan Orde Baru untuk
menghabisi para Gali (Gabungan anak liar) dan Preman yang dianggap
meresahkan dan mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat kala itu.Hingga kini para pelaku Petrus tidak pernah tertangkap dan tidak jelas siapa pelakunya.Kemungkinan
besar adanya operasi ini karena instruksi dari Presiden Soeharto di
tahun 1982 saat memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya, Anton
Soedjarwo atas keberhasilannya membongkar kasus perampokan yang
meresahkan masyarakat, lalu ditahun yang sama Soeharto kembali meminta
Polisi dan ABRI dihadapan RAPIM ABRI untuk mengambil langkah
pemberantasan yang efektif dalam menekan angka kriminalitas.Karena
permintaan atau perintah Soeharto disampaikan pada acara kenegaraan
yang istimewa, sambutan yang dilaksanakan oleh petinggi aparat keamanan
pun sangat serius. Permintaan Soeharto itu sontak disambut oleh
Pangkopkamtib Laksamana Soedomo melalui rapat koordinasi bersama
Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI Jakarta yang
berlangsung di Markas Kodam Metro Jaya 19 Januari 1983. Dalam rapat
yang membahas tentang keamanan di ibukota itu kemudian diputuskan untuk
melaksanakan operasi untuk menumpas kejahatan bersandi Operasi Celurit
di Jakarta dan sekitarnya. Operasi Celurit itu selanjutnya diikuti oleh
Polri/ABRI di masing-masing kota serta provinsi lainnya. Para korban
Operasi Celurit pun mulai berjatuhan.Petrus
pada awalnya beraksi secara rahasia namun lambat laun aksi mereka
seperti sebuah teror menakutkan bagi para bromocorah dan preman di
kota-kota besar, pada tahun 1983 berhasil menumbangkan 532 orang yang
dituduh sebagai pelaku kriminal. Dari semua korban yang terbunuh, 367
orang di antaranya tewas akibat luka tembakan. Tahun 1984 korban Petrus
(Penembak Misterius) yang tewas sebanyak 107 orang, tapi hanya 15
orang yang tewas oleh tembakan. Sementara tahun 1985, tercatat 74
korban Petrus (Penembak Misterius) tewas dan 28 di antaranya tewas
karena tembakan. Secara umum para korban Petrus saat ditemukan dalam
kondisi tangan dan leher terikat. Kebanyakan korban dimasukkan ke dalam
karung dan ditinggal di tepi jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai,
hutan-hutan, dan kebun. Yang pasti pelaku Petrus terkesan tidak mau
bersusah-susah membuang korbannya karena bila mudah ditemukan efek shock
therapy yang disampaikan akan lebih efektif. Sedangkan pola
pengambilan para korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal atau
dijemput aparat keamanan. Akibat berita yang demikian gencar mengenai
Petrus yang berhasil membereskan ratusan penjahat, para petinggi
negara pun akhirnya berkomentar.ketika berita serupa hampir tiap hari
muncul di seantero Jakarta dan massa mulai membicarakan masalah
penembakan misterius, Benny Moerdani sebagai Panglima Kopkamtib seusai
menghadap Presiden Soeharto lalu memberi pernyataan kepada pers bahwa
penembakan gelap yang terjadi mungkin timbul akibat perkelahiaan antar
geng bandit. “Seiauh ini belum pernah ada perintah tembak di tempat
bagi peniahat yang ditangkap” komentar Benny. Dan tak ada seorang pun
wartawan yang saat itu berani melaniutkan pertanyaan kepada jenderal
yang dikenal sangat tegas dan garang itu.Kepala
Bakin saat itu, Yoga Soegama juga memberikan pernyataan yang bernada
enteng bahwa masyarakat tak perlu mempersoalkan para penjahat yang mati
secara misterius. Tapi pernyataan yang dilontarkan man-tan Wapres H.
Adam Malik justru bertolak belakang sehingga membuat kasus penembakan
misterius tetap merupakan peristiwa serius dan harus diperhatikan oleh
pemerintah RI yang selalu menjunjung tinggi hukum. “Jangan
mentangmentang penjahat dekil langsung ditembak, bila perlu diadili
hari ini langsung besoknya dieksekusi mati. Jadi syarat sebagai negara
hukum sudah terpenuhi,” kecam Adam Malik sambil menekankan, “Setiap
usaha yang bertentangan dengan hukum akan membawa negara ini pada
kehancuran.”Tindakan
tegas para Penembak Misterius (Petrus) pada akhirnya memang menyulut
pro dan kontra. Pendapat yang pro, Petrus pantas diterapkan kepada
target yang memang jelas-jelas penjahat. Sebaliknya pendapat yang
kontra menyatakan keberatannya jika sasaran Petrus hanya penjahat kelas
teri atau mereka yang hanya memiliki tato tapi bukan penjahat beneran.
Pendapat atau komentar yang cukup kontroversial adalah yang
dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Belanda, Hans van den Broek, yang
secara kebetulan sedang berkunjung ke Jakarta pada awal Januari tahun
1984. Setelah bertemu dengan Menlu Mochtar Kusumaatmadja, Broek secara
mengejutkan berharap bahwa pembunuhan yang telah mejnakan korban jiwa
sebanyak 3.000 orang itu pada waktu mendatang diakhiri dan Indonesia
juga diharapkan dapat melaksanakan konstitusi dengan tertib hukum.
Menlu Mochtar sendiri menjawab bahwa peristiwa pembunuhan misterius itu
terjadi akibat meningkatnya angka kejahatan yang mendekati tingkat
terorisme sehingga masyarakat merasa tidak aman dan main hakim sendiri.Atas
pernyataan Menlu Belanda itu, Benny yang merasa kebakaran jenggot
sekali lagi harus tampil untuk meluruskan tuduhan tadi. Ia kembali
menegaskan bahwa pembunuhan yang terjadi karena perkelahian antar geng.
“Ada orang-orang yang mati dengan luka peluru, tetapi itu akibat
melawan petugas. Yang berbuat itu bukan pemerintah. Pembunuhan itu
bukan kebijaksanaan pemerintah,” tegasnya. Namun persoalan penembakan
itu akhirnya tidak lagi misterius meskipun para pelakunya hingga saat
ini tetap misterius dan tidak terungkap. Beberapa tahun kemudian
Presiden Soeharto justru memberikan uraian tentang latar belakang
permasalahannya dimana ia mengatakan Tindakan keamanan tersebut memang
terpaksa dilakukan sesudah aksi kejahatan yang terjadi di kota-kota
besar Indonesia semakin brutal dan makin meluas. Seperti tertulis dalam
bukunya Benny Moerdani hal 512-513 Pak Harto berujar : “Dengan
sendirinya kita harus mengadakan treatment therapy, tindakan yang
tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya harus dengan kekerasan. Tetapi
kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor-dor! Begitu saja.
Bukan! Tetapi yang melawan, ya mau tidak mau harus ditembak. Karena
melawan, maka mereka ditembak. Lalu ada yang mayatnya ditinggalkan
begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Supaya orang
banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa
bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas
semua kejahatan yang sudah melampui batas perikemanusiaan. Maka
kemudian redalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu”Namun
jika para petinggi militer maupun presiden sendiri menyatakan bahwa
penembakan terhadap para preman karena melawan saat hendak ditangkap
bagaimana Moerdani menjelaskan para korban Penembakan Misterius yang
ditemukan dalam goni-goni dengan tangan terikat atau yang dihanyutkan
di sungai? atas kordinasi siapakah para Penembak Misterius itu
menjalankan perintah?

4. Kasus Kematian Peragawati Terkenal Dietje
Diera
tahun 1980an ada seorang peragawati ternama yang cantik bernama Dietje
yang bernama lengkap Dietje (Dice) Budimulyono/Dice Budiarsih, ia
tewas dibunuh dengan tembakan berulang kali oleh seorang yang ahli
dalam menembak kemudian mayat nya dibuang disebuah kebun karet
dibilangan kalibata yang sekarang menjadi komplek perumahan DPR.
Setelah kasus tersebut marak di media massa, Polisi akhirnya menangkap
seorang tua renta yang nama aslinya tidak diketahui dan hanya dikenal
dengan panggilan Pakde dikenal juga sebagai Muhammad Siradjudin, konon
ia adalah seorang dukun. Yang entah dengan alasan dan motif apa yang
tidak jelas ia dianggap sebagai pembunuh Dietje. Bagi Polis Motif tidak
begitu penting karena Polisi mengungkapkan bahwa "katanya" mereka
"Memiliki bukti yang kuat".Pak
De membantah sebagai pembunuh Ditje seperti yang tercantum dalam BAP
yang dibuat polisi. Pengakuan itu, menurut Pak De dibuat karena tak
tahan disiksa polisi termasuk anaknya yang menderita patah rahang.
Ketika itu, Pak De mengajukan alibi bahwa Senin malam ketika pembunuhan
terjadi, dia berada di rumah bersama sejumlah rekannya. Saksi-saksi
yang meringankan untuk memperkuat alibi saat itu juga hadir di
pengadilan. Namun, saksi dan alibi yang meringankan itu tak dihiraukan
majelis hakim.Akhirnya
Pakde dijatuhi hukuman penjara seumur hidup namun publik saat itu
sudah mengetahui rumor bahwa Dietje menjalin hubungan asmara dengan
menantu dari orang paling berkuasa di Indonesia saat itu. Dan tentu
saja kasus seperti ini tidak akan pernah terungkap dengan benar. Karena
pemilik informasi satu-satunya kepada media atau publik berasal dari
polisi. Dan bisa jadi, publik digiring dengan sekuat tenaga, untuk
‘meyakini’ bahwa benarlah yang membunuh Dietje adalah Pakde.Dietje
disebutkan dipakai sebagai "Jasa" oleh seorang eks petinggi militer
yang terjun ke dunia usaha dan untuk memuluskan bisnisnya Dietje
dipakai oleh sang eks petinggi militer untuk menyenangkan menantu orang
paling berkuasa di Indonesia, Hasil dari jasa Dietje, sang ‘jenderal’
pengusaha mendapat satu kontrak besar pembangunan sebuah bandar udara
modern. Tapi hubungan Dietje berlanjut jauh dengan sang menantu.
Ketika perselingkuhan itu ‘bocor’ ke keluarga besar, keluar perintah
memberi pelajaran kepada Dietje, hanya saja ‘kebablasan’ menjadi suatu
pembunuhan. Dietje ditembak di bagian kepala pada suatu malam tatkala
mengemudi sendiri mobilnya di jalan keluar kompleks kediamannya di
daerah Kalibata. Pak ‘De’ Siradjuddin yang dikenal sebagai guru
spiritualnya dikambinghitamkan, ditangkap, dipaksa mengakui sebagai
pelaku, diadili dijatuhi hukuman seumur hidup dan sempat dipenjara
bertahun-tahun lamanya, Hingga akhirnya Pak De mendapat grasi dari
Presiden BJ Habibi dimana hukuman Pak De dirubah dari seumur hidup
menjadi 20 tahun di tahun 1999.Akhirnya 27 Desember 2000 Pak De dapat
meninggalkan hotel prodeo setelah pemerintah memberikan kebebasan
bersyarat. Setelah menghirup udara bebas, Pak De lebih sering
mengurusi ayam-ayamnya. Tubuhnya telah lama layu. Kumis tebalnya juga
sudah berwarna kelabu. Kepada setiap orang kembali Pak De menyatakan: “Pak De tidak membunuh Ditje". Pak De dalam kasus pembunuhan itu merasa menjadi kambing hitam oleh polisi dan Polda Metro Jaya. "Sebenarnya saat itu polisi tahu pembunuhnya,"
kata Pak De. Siapakah pelakunya? Pak De menyebut-nyebut sejumlah nama
yang saat itu dekat dengan kekuasaan. Entahlah, sebab di negeri ini
keadilan tidak berlaku bagi rakyat kecil

5. Kasus Pembunuhan Udin
Udin
adalah seorang wartawan Harian Bernas di Yogyakarta yang tewas
terbunuh oleh seseorang tidak dikenal. Udin yang bernama asli Fuad
Muhammad Syafrudin pada selasa malam 13 Agustus 1996 kedatangan seorang
tamu misterius yang kemudian menganiyaya dirinya dan pada tanggal 16
Agustus 1996 Udin harus mengembuskan nafas terakhirnya.Udin tercatat sebagai seorang wartawan yang kritis terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer.Kasus
Udin menjadi ramai karena Kanit Reserse Polres Bantul, Serka Edy
Wuryanto dilaporkan telah membuang barang bukti dengan membuang sampel
darah Udin ke laut dan mengambil buku catatan Udin dengan dalih
penyelidikan dan penyidikan.Kasus
Udin menjadi gelap akibat hilangnya beberapa bukti penting dalam
pengungkapan kasus kematian sang wartawan dan juga terdapat beberapa
orang yang dikambing hitamkan atas peristiwa kematian Udin.Seorang
wanita bernama Tri Sumaryani mengaku ditawari dengan imbalan sejumlah
uang untuk membuat pengakuan bahwa ia dan Udin telah melakukan hubungan
gelap dan suaminya lah yang telah membunuh Udin.Lalu
Dwi Sumaji alias Iwik seorang supir dari Dymas Advertising Sleman
diculik di perempatan Beran Sleman lalu dibawa ke Hotel Queen of the
South Parangtritis dan dipaksa oleh Serka Edy Wuryanto yang memiliki
nama panggilan Franky agar mengaku sebagai pembunuh Udin, sebelumnya di
sebuah losmen bernama Losmen Agung yang juga berada di parangtritis
Iwik dicekoki berbotol-botol minuman keras hingga mabuk dan disuguhi
wanita penghibur dan diberi janji uang, pekerjaan yang layak serta
jaminan hidup buat keluarganya dimana sebelumnya ia dijebak oleh Edy
Wuryanto dengan dalih pembicaraan bisnis Billboard. Di pengadilan Iwik
mencabut seluruh "pengakuan" dirinya dalam pemeriksaan yang dilakukan
oleh Polisi karena ia sebagai korban rekayasa dan berada dibawah
ancaman tekanan dan paksaan oleh Kanit Reserse Polres Bantul Serka Edy
Wuryanto.Komnas
HAM mengadakan investigasi lapangan dan menyimpulkan telah terjadi
pelanggaran Hak Asasi Manusia namun tetap saja Iwik dijadikan sebagai
tersangka utama oleh Polisi dan diajukan ke persidangan, walau penuh
teror dari berbagai pihak akhirnya Iwik divonis bebas oleh majelis
hakim dan motif perselingkuhan yang selama ini dihembuskan secara
otomatis gugur selain itu majelis hakim memerintahkan agar polisi
mencari, mengungkap motif, dan menangkap pelaku pembunuhan Udin yang
sebenarnya.Dalam
kesaksiannya di persidangan Iwik menyatakan bahwa dirinya selain
menjadi korban rekayasa dan bisnis politik, ia hanya dipaksa
menjalankan skenario rekayasa Franki alias Serma Pol Edy Wuryanto
dengan alasan untuk melindungi kepentingan Bupati Bantul Sri Roso
Sudarmo.Namun
hingga kini para pelaku kejahatan pembunuhan terhadap sang wartawan
yang kritis tersebut tidak ada yang ditangkap atau diadili ke meja
hukum.

6. Kasus Marsinah
Marsinah
hanyalah seorang buruh pabrik dan aktivis buruh yang bekerja pada PT
Catur Putra Surya (CPS) di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. Ia ditemukan
tewas terbunuh pada tanggal 8 Mei 1993 diusia 24 tahun. Otopsi dari
RSUD Nganjuk dan RSUD Dr Soetomo Surabaya menyimpulkan bahwa Marsinah
tewas kerena penganiayaan berat.Marsinah
adalah salah seorang dari 15 orang perwakilan para buruh yang
melakukan perundingan dengan pihak perusahaan. Awal dari kasus
pemogokan dan unjuk rasa para buruh karyawan CPS bermula dari surat
edaran Gubernur Jawa Timur No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada
pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan
kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya
disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha
berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan
April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas
Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS
memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan
upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.Siang
hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut
unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di
tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh
telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah
bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan
rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu,
sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.Mulai
tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya
sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.Pada
tanggal 30 September 1993 dibentuk tim Bakorstanasda Jatim untuk
melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah.
Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan
Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik
Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya. Delapan
petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi,
termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya
perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama
diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V
Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat
skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS,
Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.Baru
18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan
Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi
Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum
aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.Secara
resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga
terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang
diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Hasil
penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian
kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos
Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry
putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga
hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.Di
pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah
stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun
mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan
bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung
Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas
murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah
menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa
penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".Kasus
ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal
sebagai kasus 1713. Hingga kini kasus Marsinah tetap menjadi misteri
dan menjadi sejarah kelam ranah hukum di Indonesia.

7. Kasus Menghilangnya Edy Tansil
Edy Tansil adalah seorang pengusaha keturunan yang memiliki nama asli
Tan Tjoe Hong/Tan Tju Fuan yang menjadi narapidana dan harus mendekam
selama 20 tahun di penjara Cipinang atas kasus kredit macet Bank
Bapindo yang merugikan negara senilai 565 juta dollar (1.5 T rupiah
dengan kurs dollar saat itu). Edy Tansil dilaporkan kabur dari penjara
pada tanggal 4 Mei 1996 dan 20 petugas LP Cipanang dijadikan tersangka
karena dianggap membantu Edy Tansil melarikan diri dan sejak itu
keberadaan dari Edy Tansil seperti raib ditelan bumi.Sebuah
LSM pengawas anti-korupsi bernama Gempita melaporkan bahwa Edy Tansil
tengah menjalankan bisnis sebuah perusahaan bir yang mendapat lisensi
dari perusahaan bir Jerman bernama Becks Beer Company di kota Pu Tian
Provinsi Fujian China.Di
tahun 2007 Tempo interactive melaporkan bahwa tim pemburu koruptor
(TPK) berdasarkan temuan dari PPATK menyatakan akan segera memburu Edy
Tansil dimana PPATK menemukan bukti bahwa buronan tersebut telah
melakukan transfer uang ke Indonesia setahun sebelumnya. Namun hingga
kini keberadaan Edy Tansil tetap masih menjadi misteri.Ada
beberapa koruptor yang juga melarikan diri ke luar negri dan hingga
kini keberadaan mereka tidak terungkap atau belum tertangkap seperti
Adelin Lis, Sjamsul Nursalim, David Nusa Wijaya, Maria Pauline, Djoko S
Tjandra, Marimutu Sinivasan, Hendra Rahardja, Sukanto Tanoto dan masih
banyak lainnya.

8. Kasus Munir
Munir
sebenarnya akan melanjutkan study S2 di Univeritas Utrecht, Belanda
dan dalam kronologi kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut disebutkan
bahwa menjelang memasuki pintu pesawat, Munir bertemu dengan Polycarpus
seorang pilot pesawat Garuda yang sedang tidak bertugas dan Polycarpus
menawarkan kepada Munir untuk berganti tempat duduk pesawat dimana
Munir menempati kursi Polycarpus dikelas bisnis dan Polycarpus
menempati kursi Munir dikelas ekonomi.Sebelum
pesawat mengudara, flight attendant (Pramugari) Yetti Susmiarti
dibantu Pramugara senior Oedi Irianto membagikan welcome drink kepada
para penumpang dan Munir memilih Jus Jeruk.Pukul
22.05 WIB pesawat lepas landas dan 15 menit kemudian kembali Flight
Attendant membagikan makanan dan minuman kepada para penumpang, Munir
memilih mi goreng dan kembali memilih jus jeruk sebagai minumannya,
setelah mengudara hampir 2 jam pesawat mendarat di bandara Changi
Singapura.Di
bandara Changi Munir menghabiskan waktu di sebuah gerai kopi sedangkan
seluruh awak pesawat termasuk Polycarpus berangkat menuju hotel
menggunakan bus dan perjalanan dari Singapura menuju Belanda seluruh
awak pesawatnya berbeda dari perjalanan Jakarta menuju Singapura.Dalam
perjalanan Munir meminta kepada flight attendant Tia Ambarwati segelas
teh hangat dan Tia pun menyajikan segelas teh hangat yang dituangkan
dari teko ke gelas diatas troli dilengkapi gula sachet.Tiga
jam setelah mengudara Munir bolak balik ke toilet, saat berpapasan
dengan Pramugara bernama Bondan, Munir memintanya memanggil Tarmizi
seorang dokter yang ia kenal saat hendak berangkat yang kebetulan juga
menuju Belanda, Tarmizi melakukan pemeriksaan umum dengan membuka baju
Munir. Dia lalu mendapati bahwa nadi di pergelangan tangan Munir sangat
lemah. Tarmizi berpendapat Munir mengalami kekurangan cairan akibat
muntaber. Munir kembali lagi ke toilet untuk muntah dan buang air besar
dibantu pramugari dan pramugara. Setelah selesai, Munir ke luar sambil
batuk-batuk berat.Tarmizi menyuruh pramugari untuk mengambilkan kotak
obat yang dimiliki pesawat.Kotak pun diterima Tarmizi dalam keadaan
tersegel. Setelah dibuka, Tarmizi berpendapat bahwa obat di kotak itu
sangat minim, terutama untuk kebutuhan Munir: infus, obat sakit perut
mulas dan obat muntaber, semuanya tidak ada. Tarmizi pun mengambil obat
di tasnya. Dia memberi Munir dua tablet obat diare New Diatabs; satu
tablet obat mual dan perih kembung, Zantacts dan satu tablet Promag.
Tarmizi menyuruh pramugari membuat teh manis dengan tambahan sedikit
garam. Namun, setelah lima menit meminum teh tersebut, Munir kembali ke
toilet. Tarmizi menyuntikkan obat anti mual dan muntah, Primperam,
kepada Munir sebanyak 5 ml. Hal ini berhasil karena Munir kemudian
tertidur selama tiga jam. Setelah terbangun, Munir kembali ke toilet.
Kali ini dia agak lama, sekitar 10 menit, ternyata Munir telah terjatuh
lemas di toilet.Dua
jam sebelum pesawat mendarat, terlihat keadaan Munir: mulutnya
mengeluarkan air yang tidak berbusa dan kedua telapak tangannya
membiru. Awak pesawat mengangkat tubuh Munir, memejamkan matanya dan
menutupi tubuh Munir dengan selimut. Ya, Munir meninggal dunia di
pesawat, di atas langit Negara Rumania.Setelah
dilakukan penyelidikan termasuk oleh pihak otoritas Belanda ditemukan
bahwa didalam tubuh Munir ditemukan kandungan racun Arsenik sebanyak
460mg didalam lambungnya dan 3.1mg/l dalam darahnya.Namun
terdapat keanehan setelah dilakukan otopsi oleh pihak RS Dr Soetomo
dimana kandungan arsenik yang ditemukan didalam lambung Munir sedikit
ganjil karena seharusnya kandungan arsenik tersebut sudah
hancur/melarut.Ini
terkesan mempertegas spekulasi jika kandungan arsenik dalam tubuh
Munir baru dimasukkan ketika jenazahnya sudah di Indonesia. Spekulasi
ini juga diperkuat dengan permintaan mereka untuk menahan lebih lama
organ tubuh Munir. Spontan ini juga menimbulkan indikasi bahwa hal itu
dilakukan agar organ tubuh Munir bisa dipersiapkan (dimark-up) agar
benar-benar akan terkesan keracunan arsenik ketika diperiksa oleh pihak
lain. Disebutkan juga ciri-ciri korban yang keracunan arsenik, antara
lain: ada pembengkakan otak, paru paru yang mengalami kerusakan, mulut
keluar darah karena indikasi kerusakan sistem pencernaan. Ketika arsenik
masuk kedalam tubuh (dan racun mulai bekerja), biasanya korban
mengalami muntaber berat disertai kejang-kejang.Apapun
itu penyebab kematian aktivis HAM tersebut namun hingga kini tampaknya
kasus tersebut belum tuntas walaupun ada beberapa orang yang telah
dijatuhi vonis oleh pengadilan namun Suciwati selaku istri Munir tetap
merasa tidak puas dan meminta pemerintah menuntut secara tuntas kasus
kematian suaminya.Apakah
ini tindakan kontra intelijen ataupun sebuah operasi pembunuhan oleh
intelijen? tidak ada yang mengetahui kejadian sebenarnya kecuali mungkin
para pelaku utama pemberi perintah untuk membunuh sang aktivis. Namun
yang pasti didalam sebuah kasus pembunuhan terencana harus ada motif
dan tujuan dari melenyapkan seseorang, apakah pihak dinas intelijen RI
begitu bodoh untuk membunuh seseorang yang secara aktif mengkritisi
berbagai persoalan HAM di indonesia dan jika ia dihilangkan secara paksa
pasti mata dan tuduhan internasional pasti akan mengarah kepada
pemerintah Indonesia, dan pihak militer serta badan intelijennya, atau
mungkin ada beberapa pihak yang telah gelap mata akibat sikap kritis
dari Munir yang membuat mereka mengambil keputusan untuk menghabisinya,
sebuah misteri yang belum terungkap hingga kini.

No comments:
Post a Comment